Selasa, 30 Juni 2009

Yang berjubah belum tentu shalih

    Tatkala nabi Daud sedang memberikan pelajaran akhlak kepada murid-muridnya, masuklah seorang laki-laki memakai jubah putih dan menyebarkan bau wangi. Laki-laki berjenggot itu mengucapkan salam kepada nabi Daud, tetapi nabi Daud tidak peduli, apalagi menjawab salamnya. Ia teus menyampaikan pelajaran tanpa sedikit pun melirik kepada tamu yang baru datang itu.
    Laki-laki itu lantas mengerjakan sembahyang sesuai dengan syariat yang berlaku pada waktu itu. Setelah lama sekali mengerjakan rukuk dan sujud, laki-laki itu mengangkat kedua tangannya dan berdoa.
    Nabi Daud tetap melanjutkan wejangan-wejangannya tanpa memberikan kesempatan tamu itu untuk berkenalan , atau para muridnya mengambil perhatian kepadanya. Maka semua murid nabi Daud merasa tidak enak di depan laki-laki asing tadi, dan menganggap nabi Daud tidak memberikan contoh yang baik.
    Pria berjubah bersih itu kedengaran menangis tersedu-sedu ketika do’a panjang sekali. Sesudah itu ia berdiri, lalu keluar dari sinagog tempat peribadatan mereka setelah meminta diri dengan mengucapkan salam. Namun nabi Daud tetap tidak menaruh hormat sama sekali. Semua murid nabi Daud merasa iba melihat nasib tamu yang malang barusan.

Maka setelah nabi Daud mengakhiri pelajaran tentang akhlak yang baik, salah seorang murid mengajukan pertanyaan:

“Wahai nabuyullah, saya ingin bertanya.”

“Tanyalah”. Jawab nabi.

“Bukankah engkau mengajarkan kami untuk menghormati tetamu?”

“Betul.”

“Tapi mengapa engkau tadi tidak memperlihatkan akhlak terpuji kepada tamu?”

“Sebab dia tidak tahu budi pekerti. Apakah kalian tidak ingat bagaimana caranya memasuki majelis tatkala guru sedang mengajar? Mula-mula kaki kanan melangkah terlebih dahulu sebagai tanda menghormati sinagog kita. Kemudian tidak seharusnya dia mengucapkan salam, melainkan langsung duduk dan ikut mendengarkan.”

“Barabgkali dia belu tahu caranya?”

“Tabi jubah dan sorbannya menunjukkan seolah-olah dia adalah orang alim, bukan? Apakah pantas kalau dia orang alim tidak mengetahui sopan santun memasuki tempat peribadatan dan tempat mengajar?” sanggah nabi Daud. “Orang seperti itulah yang akan menjatuhkan agama kita, karena tidak sesuai antara penampilan dengan sikapnya.”

“Tapi tadi dia sembahyang lama sekali,” sahut si murid

“Itulah tanda kepalsuan. Ia hanya ingin memamerkan tanda kesalihannya, padahal dia bukan orang baik. Ia sembahyang buat kita, tidak buat Tuhan”

“Ia berdoa panjang sambil menangis”

“Apakah doa yang panjang menjamin keikhlasan? Bukankah Tuhan menyukai doa yang khusuk dan yakin? Kalau ia ingin menangis tidak selayaknya di depan kita. Menangislah yang sedih di depan tuhan ketika sendirian, dalam sembahyang malam diwaktu makhluk lain tengah lelap tertidur dan tidak melihat tangisannya.”

“Wajahnya mulus sekali seperti orang yang ikhlas. Pakaiannya serba putih melambangkan warna hatinya. Apakah ia bukan orang yang takwa?”

“Takwa tidak dilihat dari rupanya, juga tidak dilihat dari pakaiannya. Tuhan hanya melihat hati manusia, dan dinilai dari perbuatannya, sesuai tidak dengan syariat agama. Manusia tidak dihargai dari bungkusnya, melainkan dari isinya, dari mutu kemanusiannya.”

    Dengan penjelasan tersebut mengertilah murid-murid nabi Daud bagaimana seharusnya menghayati agama dengan menjalankan semua ketentuanya, tidak sekedar membangga-banggakan melalui ucapan dan pernyataan.

1 komentar:

  1. emang bener kalau keshalehan seseorang itu gak bisa dilihat dari penampilannya tok.
    terkadang orang yang berdandan sedemikian rupa sehingga terkesan alimpun sebenarnya bukanlah orang yang alim begitu juga sebaliknya.

    BalasHapus

Silahkan mengisikan komentar disini: